Opini

124

Sirekap Pilkada dan Literasi Digital Super Kolosal

Sirekap Pilkada dan  Literasi Digital Super Kolosal Oleh: Endi Biaro Anggota KPU Kabupaten Tangerang   Ratusan ribu orang (atau mungkin jutaan) mengoperasikan aplikasi hitung suara Pilkada, serempak. Tepat di 27 November 2024.   Mereka mencatat, merekam, mendokumentasi, serta menyebarluaskan informasi penghitungan suara, di berbagai TPS. Se-Indonesia. Prosesi ini adalah rekor tiada tanding. Tak ada aktivitas digital yang dikerjakan massif dan sekolosal ini. Dengan waktu, objek, fungsi, dan tujuan yang sama. Mengapa? Bisa jadi memang netizen atau pengguna Smartphone, tiap hari berinteraksi, mengakses, atau menggunakan aplikasi tertentu. Katakanlah scroll TikTok, browsing google, atau posting di Instagram. Tetapi, semua itu acak, dengan fungsi dan tujuan beragam, dan tanpa instruksi terpusat. Sementara Sirekap, yang akan dikerjakan jutaan orang di waktu dan hari yang sama,  bukan saja memiliki  tujuan tunggal (yakni melaporkan hasil TPS), tetapi juga dikontrol, dikendalikan, dan diatur ketat.  Lebih penting lagi, pengguna Sirekap, sebelum hari H Pilkada, telah dilatih intensif. Dipersiapkan serius oleh KPU RI. Melibatkan KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, sampai KPPS. Dalam pusaran itu, terjadilah literasi Digital skala besar-besaran. Jutaan warga negara, via bimbingan teknis Sirekap, melakukan pertukaran informasi, kolaborasi teknis, dan berbagi pengalaman faktual. Sekali lagi, secara kultural, Sirekap adalah parade kolosal pemanfaatan teknologi digital secara produktif. Terjadi multiplier effect. Ratusan ribu atau jutaan orang berkirim pesan berisi data dasar potensi digital di Indonesia. Seperti wilayah covering area internet, lokasi TPS, kelistrikan di TPS, dan stabilitas jaringan. Kesemua ini masuk ke pangkalan data pusat di KPU RI. Berguna untuk memetakan zona digital di Indonesia. Berikut, informasi yang dikirim via Sirekap, sangat detil dan spesifik. Mulai dari jumlah pemilih, disabilitas, partisipasi, dan keabsahan suara. Data data ini, menjadi referensi faktual, berguna untuk kajian akademik dan perumusan strategis bagi pemerintah. Artinya, Sirekap melampaui fungsi aslinya. Jauh lebih dari sekedar dokumentasi digital di Pilkada. Melainkan meletupkan literasi digital secara kolosal. Lagipula bangsa ini memang sudah wajib bergerak maju, dalam digitalisasi Pemilu. Meski belum ke level eVoting, tetapi faktor lain sudah menggunakan perangkat teknologi.


Selengkapnya
333

Mengenal Ragam Hitung Cepat Pilkada 2024

Mengenal Ragam Hitung Cepat Pilkada 2024 Oleh: Endi Biaro Anggota KPU Kabupaten Tangerang   Hari Rabu, tanggal 27 November 2024, ratusan juta warga negara Indonesia menggunakan hak pilih di TPS masing-masing. Mereka mencoblos calon pilihan, baik untuk Gubernur atau Bupati/ Walikota.   Merujuk pada regulasi KPU RI yang selama ini berlaku, maka proses pemungutan suara selesai pukul 13:00. Lantas dilanjut dengan penghitungan suara. Di Pilkada,  penghitungan hasil suara jauh lebih cepat. Lantaran simpel, hanya beberapa calon, dan cara menulis hasil hitungan sangat mudah. Pengalaman sebelumnya, proses penghitungan suara  selesai dalam satu dua jam. Artinya, di pukul 15:30, sudah ada hasil di setiap TPS. Lalu, seberapa cepat publik luas mengetahui hasil suara masing-masing calon dari seluruh TPS? Kecepatan akses informasi di era digital menjadi patokan utama. Publik berhak untuk tahu lebih awal. Media massa dan media sosial akan riuh rendah mempublikasikan hasil hitungan suara. Jika dipetakan, beberapa jenis informasi hasil hitung cepat, adalah sebagai berikut: Pertama, quick count, alias hitung cepat. Dirilis oleh berbagai lembaga survey atau konsultan politik. Basis hitungan quick count adalah uji petik, dicuplik dari beberapa TPS. Namun, meski tidak menghitung keseluruhan, tapi kerap Quick Count akurat. Mengapa? Karena mereka ketat dalam melakukan sampling. Responden (dalam hal ini TPS), diseleksi, diaduk, hingga mencerminkan karakter keseluruhan. Kedua, real count, atau hitung cepat dari seluruh TPS. Metodenya adalah total sampling, alias semua TPS dihitung, lalu dijumlah secara keseluruhan. Tabulasi data dilakukan oleh Tim Pemenangan Pasangan Calon. Dengan mengerahkan relawan, saksi, petugas khusus, dan lain-lain. Metode ini, jika dilakukan cermat dan obyektif, akan menunjukkan hasil yang sebenarnya dari seluruh TPS. Ketiga adalah exit pool. Metode ini sama dengan quick count, yaitu mengambil sampel hanya di beberapa titik. Bedanya, jika quick count melaporkan dan menjumlahkan hasil penghitungan suara persis sesuai penghitungan di TPS selesai, maka exit poll justru dilakukan lebih awal, saat pemungutan suara berlangsung. Artinya, surveyor mewawancara pemilih, langsung di TPS, saat pemilih ke luar TPS. Lalu dilakukan tabulasi, dan prediksi siapa yang menjadi pemenang. Keempat, hitung cepat yang dilakukan oleh KPU (dalam konteks Pilkada, oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kita). Saat ini, KPU akan menerapkan kembali aplikasi Sirekap, sebagai alat bantu penghitungan hasil Pilkada secara digital. Metode Sirekap adalah total sampling. Semua hasil di TPS difoto, diolah, lalu dikirim ke pangkalan data utama, untuk kemudian di tayangkan di infopemilu. Perlu diketahui, seluruh informasi hasil hitung cepat ini, bersifat tak resmi alias unofficial. Versi resmi penghitungan suara Pilkada, tetap berada dalam pleno KPU, yang dilakukan berjenjang. Yakni pleno penghitungan hasil secara langsung di TPS, lalu Pleno di PPK, di KPU Kabupaten Kota, dan KPU Provinsi. Pola penghitungan ini memang lama, tetapi akurat. Sebenarnya, masih ada beberapa varian hitung cepat, yang berfungsi sebagai pembanding, serta melibatkan warga. Secara spesifik, metode hitung cepat alternatif ini lebih sebagai alat kontrol, mencegah kecurangan, seraya membantu publik untuk melakukan koreksi mandiri. Beberapa kali momen Pemilu, muncul aplikasi yang ikut menghitung hasil penghitungan suara di TPS. Seperti dilakukan KawalPemilu.org, yang digawangi pakar IT, yaitu Ainun Nadjib. Juga aplikasi JagaSuara, yang diluncurkan oleh NetGrid. Dengan demikian, khalayak bisa memilih dan mengakses ragam kanal informasi, terkait hasil suara Pilkada. Semoga....


Selengkapnya
769

Quo Vadis Sirekap Pilkada 2024

Quo Vadis Sirekap Pilkada 2024   Oleh: Endi Biaro Anggota KPU Kabupaten Tangerang   KPU memiliki kesempatan mengembalikan kepercayaan publik, di Pilkada 2024. Terkhusus untuk aplikasi Sirekap (sistem rekapitulasi suara). Caranya, memastikan dilakukan perbaikan serius. Masukan dari Bawaslu, para pakar IT, saksi ahli KPU RI saat sidang MK, politisi, dan kritik khalayak, wajib diakomodasi. Pokok permasalahan yang jadi biang kontroversi ada di tiga hal. Pertama, memperbaiki kualitas OCR (Optical Character Recognition) yang ditanam di Sirekap. Piranti ini semacam AI di dalam aplikasi Sirekap, yang berfungsi membaca gambar C Plano Hasil di TPS, lalu dikonversi menjadi angka-angka numierik (hasil perolehan suara). Cara kerja OCR di Sirekap ini sebetulnya bagus, pemrosesan data secara cepat, otentik, lalu masuk dalam tabulasi KPU (di Sirekap Web dari PPS hingga KPU RI). Lalu kemudian tampil visualisasi di Info Pemilu. Publik bisa mengakses dan melihat Sirekap langsung via Info Pemilu, tanpa perlu ke TPS atau melihat C Hasil Plano. Masalahnya, terjadi eror massif di mana-mana. Sirekap salah membaca angka-angka hasil penghitungan di TPS. Kesalahan begitu mencengangkan. Di TPS, suara calon hanya 5, di Sirekap malah 555, padahal DPT hanya 250 orang. Ini memantik kegaduhan. Problem pelik ini, diatasi dengan memperbaiki kualitas OCR. KPU merancang OCR sebagai alat pindai yang lebih presisi (akurat). Di lengkapi dengan self correcting system, yakni mengatasi kesalahan secara langsung. Jadi di saat salah baca data, yaitu perolehan suara melebihi jumlah DPT di suatu TPS, maka otomatis tertolak (ada indikator merah). Kemudian pemegang HP Sirekap, mengedit segera, sesuai dengan angka di C Plano Hasil. Ini perbaikan penting. Kedua, masalah kelambatan Sirekap dalam mengirim data online dari TPS ke KPU. Problem delay atau pending ini (tertunda) menjadi fatal. Publik akhirnya tak bisa memperoleh angka hasil secara real time. Melainkan di hari hari awal pasca Pemilu, data TPS hanya terkirim di bawah 30 persen. Kegagalan ini bersumber dari sistem. Tabulasi dan visualisasi jauh dari kenyataan. Target real time malah menjadi buying time (membuang waktu). Perbaikan KPU adalah dengan menyediakan server lebih besar, agar arus data berlangsung lancar. Masalah ketiga, kualitas user (pengguna, KPPS), perangkat HP, dan kerapihan kerja di TPS. Meski server bagus, cara baca angka di sistem akurat, tetapi kalau pelaksana lapangan buruk, maka akan gagal. Termasuk perangkat HP yang wajib support atau kompatibel  (mendukung, minimal Android 7, RAM 4 Giga dan resolusi kamera 8 megapixel. Tambahan, cara foto C hasil plano juga wajib akurat. Dalam keadaan terang, permukaan rata, dan tak ada lipatan yang mengganggu. Untuk masalah SDM dan perangkat ini, KPU di berbagai tingkatan wajib memastikan support maksimal. Sementara untuk cara memoto yang harus terang dan bersih, bisa mudah teratasi, karena Pilkada dihitung siang hari sampai sore, masih terang. Tiga tantangan besar ini, meski pelik, sudah dilakukan mitigasi dan resolusi. Kabar baiknya, penghitungan di TPS saat Pilkada jauh lebih sederhana. Jumlah lembar C hasil plano yang difoto tak banyak (hanya 6 lembar). Cara isi juga mudah dan cepat. Petugas KPPS tak akan kelelahan, sore sudah selesai, masih terang, dan ada waktu cukup untuk perbaikan. Lantas bagaimana dengan resiko politik, jika Sirekap gagal memenuhi fungsinya? Di Pileg lalu, kejengkelan publik terekam dalam tagar dan trending topik di Medsos. Pakar Analisis Big Data dari Drone Emprif, Ismail Fahmi, menyebut sentimen negatif terhadap Sirekap mencapai 87%, artinya publik kecewa dengan kualitas Sirekap di Pileg dan Pilpres 2024. Hanya saja, kekecewaan itu sekedar meletup di percakapan sosial dan konten Medsos. Tidak manifes dalam gerakan massa atau tekanan langsung. Di Pilkada, jika saja Sirekap gagal menjalankan fungsi optimal, maka potensial kekecewaan diekspreiskan langsung. Para pendukung melakukan tekanan massa. Tidak cuma ribut di Medsos. Melihat tantangan ini, semoga Sirekap Pilkada 2024 oleh KPU RI, makin baik. Insya Allah.Quo Vadis (akan ke mana arah) Sirekap Pilkada?


Selengkapnya
811

Analisis Kampanya Pilkada di Era Post Truth

Analisis Kampanya Pilkada di Era Post Truth   Oleh: Endi Biaro, Anggota KPU Kabupaten Tangerang   Harold Laswell mengatakan, politik adalah cara mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Lasswel, pakar politik legendaris ini dari Amerika ini, begitu akurat mendefinisikan metode inti politik, yakni mempengaruhi orang lain. Kurun sejarah memperkenalkan kita tentang aneka rupa praktek mempengaruhi khalayak luas. Era kuno, saat manusia masih terkungkung logika mistika, takhyul, serta klenik  supranatural, maka metode "meyakinkan" alam pikir orang lain adalah dengan narasi mitologi. Bahwa seseorang layak didukung atau dipilih untuk jadi penguasa karena mereka titisan dewa, atau titipan Tuhan (teokrasi). Kampanye publik saat itu, sudah tentu pekat dengan kisah-kisah dongeng, gelar-gelar agung, atau ritual-ritual perdukunan. Agar rakyat tesihir dan hilang nyali. Berikut modus operandi mempengaruhi opini orang lain, di era klasik, juga tak kalah seram. Rakyat dihegemoni (ditaklukan pikirannya), lewat kampanye propaganda dan agitasi. Seseorang menampilkan diri bak pahlawan atau ratu adil. Dicitrakan sebagai penyelamat  satu-satunya. Maka di era ini politik moderen bersentuhan dengan kampanye yang megah, jorjoran, atraktif, dan show of force (unjuk kekuatan). Guna melengkapi kampanye propaganda seperti ini, ditopang oleh metode agitasi, yakni menyerang, memprovokasi, dan menjelek-jelekan lawan. Fase berikut, nuansa propaganda dan agitasi tetap berlanjut. Hanya saja ada perbedaan sedikit, yakni melibatkan sentuhan pencitraan, memakai buzzer atau pendengung, seraya melibatkan begitu banyak instrumen media.  Lantas bagaimana kira-kira pola kampanye Pilkada saat ini? Sebagaimana ungkapan populer soal era post truth, bahwa fakta tak lagi menjadi basis pembentuk opini publik, melainkan sentimen dan emosi. Sepertinya ini yang terjadi. Kampanye Pilkada di era post truth, masih akan kental dengan permainan persepsi, sensasi, dan daya gugah yang mengaduk perasaan. Di era post truth, reaksi orang lahir dengan cepat dan ekspresif. Karena terbiasa dengan scroll tiktok, orang tak mau lagi berpikir atau menyimak pesan detil dan argumentatif. Dengan demikian, pesan kampanye Pilkada era post truth akan gagal menyentuh minat audiensi jika bertele-tele. Khalayak Ingin pesan singkat, pendek, tapi menarik. Celakanya, model pesan post truth seperti ini, kerap dimenangkan oleh konten yang sensasional, provokatif, polutif (penuh kebohongan), dan click bait (judul dan kata kata bombastis). Lalu apakah kampanye Pilkada masih bisa edukatif dan mencerdaskan? Undang Undang Pemilu dan Pemilihan selalu menyebut kampanye sebagai bagian dalam pendidikan politik. Ini soal tanggungjawab moral. Harus tetap ada upaya mengirim pesan cerdas dan mencerahkan, dalam kampanye. Semua itu bisa dilakukan oleh, terutama, pihak-pihak yang terlibat langsung dalam Pilkada. Baik partai, calon, penyelenggara, kampus, kaum profesional, media, dan lain-lain.


Selengkapnya
720

Data Bersih, Pilkada Rapih

Data Bersih, Pilkada Rapih Oleh: Endi Biaro, Komisioner KPU Kab Tangerang   Olah data akurat, pembersihan rinci, menyelamatkan Pilkada dari kekacauan (anomali) data. Via rangkaian kerja panjang, KPU Kab Tangerang memastikan hak-hak politik warga terpelihara. Tak ada pihak yang dirugikan. Dua koma tiga juta hak suara warga, berhak  memilih. Pencapaian ini penting. Musababnya, prinsip kesetaraan hak pilih adalah pilar dasar Pilkada. Bertumpu pada prinsip : satu orang, satu suara, dan satu nilai. Tak ada diskriminasi dan pembedaan. Seorang penyandang disabilitas, punya hak dan nilai yang sama dengan, misalnya, pejabat publik. Dampak turunan dari data pemilih bersih adalah kepastian dalam hal administratif, teknis, politis, hukum, dan akademik. Secara administratif data pemilih adalah kunci untuk penyediaan logistik, fasilitas TPS, dukungan anggaran, dan pertanggungjawaban. Sementara secara teknis adalah kerja-kerja persiapan yang terkontrol dan presisi. Penyediaan KPPS, keamanan, waktu distribusi peralatan dan perlengkapan, menjadi mudah teratasi. Berikutnya, pangkalan data yang akurat, memiliki dampak politis kuat. Yakni lahirnya legitimasi atau kepercayaan publik atas kontestasi Pilkada. Kerja keras KPU Kabupaten Tangerang, dalam melahirkan DPT sahih, tak akan sia-sia, jika kualitas data dinilai baik. Berbagai kalangan dan para pemangku kepentingan akan menggunakan data ini secara baik. Pun dari aspek hukum, akurasi data  Pemilih yang terpercaya, menekan potensi lahirnya sengketa, gugatan, dan konflik politis. Masih ada faedah tambahan, yakni dari sisi akademik keilmuan. Data Pilkada Kab Tangerang misalnya, yang telah ditetapkan sebagai DPT (sebanyak 2.369.021 pemilih), berpotensi menjadi referensi ilmiah. Dipakai mahasiswa, profesional, peneliti, intelektual dan lain-lain. Multiguna data Pilkada ini yang kemudian kini tersaji. KPU Kab Tangerang, memastikan dalam proses, metode, verifikasi, dan output data dikerjakan paripurna. Jauh dari istilah asal jadi. Sejak proses awal menerima data, memetakan TPS, melakukan pencocokkan dan penelitian, dikejar dengan prosedur ketat. Perangkat digital (eCoklit) dan pemeriksaan atau pencatatan manual oleh Pantarlih, melalui kontrol rapat. Metode yang digunakan berlapis. Dari sandingan data, pembuktian faktual, sampai pembersihan akhir. Keseluruhan itu tak berhenti saat input data masuk ke sistem (Sidalih). Melainkan dibuka ke khalayak. Untuk diuji, dibandingkan, dan bahkan diperdebatkan. KPU Kab Tangerang menerapkan prinsip kolaborasi, kerjasama dengan para pihak, serta menindaklanjuti segala temuan atau tanggapan. Bersama Bawaslu misalnya, nyaris disetiap tahapan dikerjakan bersama. Lebih-lebih saat ini, kompleksitas data lebih rumit, lantaran  basis data terhubung secara nasional. Data pemilih bisa berubah saban waktu, lantaran terdeteksi invalid, anomali, ganda, atau bahkan terjadi perpindahan pemilih. Muara akhir yang terjadi, data bersih berdampak pada Pilkada rapih.


Selengkapnya
725

Data Pilkada Bersih dan Perjuangan Pantarlih

DATA PILKADA BERSIH DAN PERJUANGAN PANTARLIH Oleh: Endi Biaro Komisioner KPU Kab. Tangerang   Per tanggal 24 Juni hingga 24 Juli 2024, setiap rumah di Kabupaten Tangerang akan dikunjungi petugas pemutakhiran data pemilih (atau Pantarlih). Mereka datang untuk melakukan pengecekan data pemilih. Memastikan kebenaran nama, nomor induk kependudukan, nomor induk kepala keluarga, juga data inti para pemilih. Pekerjaan dengan metode sensus ini, door to door, dilakukan selama sebulan penuh. Guna menjamin tersedianya data bersih para pemilih. Ini artinya, setiap kesalahan dan kekeliruan bisa dikoreksi, diperbaiki. Semisal terjadi kesalahan nama, usia, atau data lain, Pantarlih segera membuat perbaikan. Begitu juga jika terjadi pemilih yang tak memenuhi syarat, segera dicoret. Kriteria nama yang tak memenuhi syarat antara lain: usia belum tujuh belas tahun; sudah wafat; menjadi TNI Polri, salah TPS; pindah alamat; dan atau hak politiknya dicabut. Pembersihan data juga dilakukan atas nama-nama pemilih yang muncul dobel atau ganda. Tentu harus ditentukan mana yang sahih. Lantaran secara prinsip data pemilih hanya boleh tercatat satu kali. Proses ini disebut dengan pemutakhiran data pemilih. Dilakukan akurat, menyeluruh, dan mutakhir (terkini, update). Sudah tentu, kerja raksasa ini tak bisa dilakukan sepihak. Melainkan kolaboratif, melibatkan kemitraan para pihak. Di Kabupaten Tangerang, terdapat 2,35 juta pemilih yang harus diperiksa. Total 1,7 juta kepala keluarga yang harus dikunjungi Pantarlih. Para pemilih ini tersebar di 274 desa kelurahan (di 29 kecamatan). Sebaran pemilih berada di 4,4 ribu TPS. Data ini menunjukkan, betapa tak mudah pemutakhiran data pemilih Pilkada di Kabupaten Tangerang. Memang KPU Kabupaten Tangerang tak bekerja sendiri. Melainkan melibatkan ribuan petugas, terdiri dari 145 tenaga PPK (di 29 kecamatan), 822 PPS (di 274 desa kelurahan), dan 8.706 Pantarlih. Meski demikian, tetap saja butuh keterlibatan pihak lain. Paling penting adalah bantuan dari pihak pemerintah daerah. Mulai dari pemerintah kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, sampai dengan RT dan RW. KPU dan pemerintah memiliki kewajiban konstitusional, untuk mensukseskan Pilkada, termasuk di tahapan pemutakhiran data pemilih. Masyarakat luas juga berperan membantu. Termasuk dalam sosialisasi dan edukasi. Sejauh ini, publik berperan banyak. Mereka menjadi relawan, menjadi petugas, memberi aspirasi, menjadi pemantau, dan bahkan pengawas. Peran kerjasama ini berada di level formal. Artinya ada fungsi khusus yang jelas aturan mainnya. Sejatinya ada fungsi yang lebih penting dari masyarakat luas. Yakni kesadaran dan kesediaan untuk menerima kedatangan petugas Pantarlih. Juga kerelaan untuk dicek, diperiksa, validitas dokumen data diri yang dimiliki. Jika ini dilakukan, maka pekerjaan raksasa ini mudah terlaksana. Masalahnya selama ini salah satu kendala justru adalah sikap penerimaan publik. Bukan sedikit kejadian yang menyulitkan semua pihak terjadi. Di lingkungan perkotaan, warga sulit ditemui, harus melalui perizinan berbelit, dan kerap tak ada di rumah. Sementara di pedesaan, masih banyak warga yang tak memiliki dokumen lengkap. Atau berbagai pernyataan menyulitkan, menganggap pendataan hak pilih harus dibayar, berkaitan dengan pembagian Sembako, juga urusan BLT (bantuan langsung tunai). Aneka kendala ini terus berulang, dari waktu ke waktu. Bedanya, saat ini tersedia sejumlah piranti, yang memastikan bahwa data pemilih bisa lebih akurat. Pertama adalah pasokan data base Pemlih yang relatif lengkap. Kedua, pengecekan cepat secara digital, semisal membersihkan data ganda, dan memperbaiki data invalid (keliru). Ketiga, pangkalan data tunggal, yang terhubung secara nasional. Skema data base nasional ini, benar-benar membantu melacak keberadaan pemilih. KPU menyediakan teknologi informasi terstruktur. Untuk pangkalan data menggunakan Sidalih (sistem informasi data pemilih) juga aplikasi E-Coklit (cara pencocokkan dan penelitian elektronik). Kesemua ini menjadi daya dukung penting dalam percepatan pembersihan data pemilih. Semoga…


Selengkapnya