
Perang Isu DPT Pemilu Dan Antisipasi KPU
PERANG ISU DPT PEMILU DAN ANTISIPASI KPU
Oleh: Endi Biaro, Komisioner KPU Kab. Tangerang
Paska penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap) oleh KPU RI, maka perang opini akan segera muncul. Berkaca pengalaman Pemilu 2019, begitu banyak kontroversi lahir. Bebarapa bahkan membuat kerepotan KPU RI (tercatat tiga kali terjadi perubahan DPT). Sisanya yang lain, adalah tekanan publik yang cukup mengganggu.
Bagaimana pola, dampak, serta jalan ke luar KPU menghadapi hal ini?
Perang opini terkait validitas DPT sejatinya memag bisa dimaklumi. Mengelola ratusan juta data bukan hal mudah, banyak celah terbuka terjadinya kesalahan. Lagipula, sifat data pemilih dinamis serta dialektis. Tidak ajeg. Kalaupun ada standar dan ketetapan, itu dalam konteks regulasi dan instrument hukum.
Pun dengan perkara kepercayaan para pihak. Kerap lahir asumsi sumir, bahwa terjadi permainan dalam pengelolaan data. Sejatinya, kecurigaan ini bagian dari rangkaian public distrust (kecurigaan publik), terhadap KPU. Meski faktanya, segala tuduhan sering tak terbukti. Seperti di Pemilu 2019, yang terjadi klaim adanya jutaan orang asing yang tercantum di DPT. Atau 19 juta lebih pemilih invalid, serta jutaan pemilih ganda.
Rangkaian lain, yang bermunculan dari isu DPT adalah soal koordinasi, keselarasan, dan harmoni antas sesama stakeholders. Kerap terjadi perbedaan versi, antara KPU, Bawaslu, dan Pemerintah (Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil).
Kasemua hal itu, juga menjadi gorengan para pihak. Mereka menyebar pesan massif, kebanyakan adalah konten dusta (hoax), hingga akhirnya isu DPT yang sejatinya adalah kuantitatif dan terukur, menjadi seolah penuh manipulasi.
KPU berada dalam pihak yang pro aktif terhadap berbagai narasi besar soal hak pilih. Lantaran ini amanat konstitusi, mengamankan hak warga negara untuk dapat memilih (sejauh sesuai syarat yang berlaku).
Boleh dibilang, terjadi langkah fleksibel guna mengantisipasi pelbagai kemungkinan. Langkah terukur KPU, bekerja dalam beberapa aspek.
Pertama, menerapkan sistem berbasis teknologi informasi, yakni Sidalih, sebagai perangkat yang mampu mengecek data pemilih secara akurat, terkini, partisipatif dan terbuka.
Kedua, memberlakukan mekanisme Daftar Pemilih Berkenaljutan, sebagai bahan dasar olahan menuju DPT.
Ketiga, kecepatan dalam memeriksa problem data menjadi jauh lebih baik. Mengecek data ganda, data tak memenuhi syarat, lebih cepat dan akurat.
Keempat, ini yang lebih penting, KPU juga melahirkan berbagai regulasi dan instrumen hukum, guna menyesuaikan kebutuhan faktual dalam melayani hak pilih. Saat ini malah tersedia berbagai kanal (saluran) tambahan, guna melayani warga negara dalam memiliki hak pilih.
Selain melalui kanal DPT (artinya warga negara sudah dilakukan Coklit, sahih, dan terdaftar), jua ada saluran DPTb (jika mereka berniat pindah memilih), serta DPK (daftar pemilih khusus, untuk mereka yang tidak terdaftar di DPT dan DPTb, tetapi memiliki KTP elektronik).
KPU juga berperan pro aktif, menjemput bola, guna melayani hak pilih yang terkonsentrasi di suatu tempat, yaitu menyediakan Lokasi Khusus. Area ini dibuat, di lokasi yang menampung banyak warga negara berusia hak pilih dan terdaftar di DPT, namun tidak bisa memilih di lokasi asal mereka. Seperti di pertambangan, kilang laut lepas, rumah sakit, kampus, pondok pesantren, atau perusahaan besar.
Ini adalah antisipasi teknis yang melibatkan pihak luar. Sementara pembenahan internal juga dilakukan ketat. KPU memastikan tersedia SDM penyelenggara yang siap, di semua jenjang. Dengan intensitas tinggi melakukan pelatihan, bimbingan, pertemuan, dan sosialisasi.