
Putusan MK dan KPU Pasca Pemilu
Putusan MK dan KPU Pasca Pemilu
Oleh : Endi Biaro
Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tangerang
Sebagai pemegang mandat konstitusi untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum, KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Di situ terlekat kaidah tetap, artinya terus menerus melakukan aktivitas kepemiluan, meski tahapan utama selesai dilaksanakan.
Atribusi kewenangan KPU untuk melaksanakan tahapan Pemilu, juga termaktub dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.
Lalu, apakah tugas dan kewajiban KPU hanya berlangsung selama tahapan saja?
Misalnya di masa seperti sekarang ini, yang lazim disebut pasca Pemilu (post election), KPU tetap produktif.
Seperti melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, aktivasi Sipol (antisipasi perubahan data kepengurusan partai politik), melakukan studi, riset, dan kajian-kajian akademik, menyediakan pangkalan Big Data secara terbuka (Peta Satu Data), cekdptonline, evaluasi, pembelajaran best practise, dan horizontal learning (belajar dari pengalaman praktek kepemiluan dengan KPU Provinsi, Kabupaten/Kota).
Begitupun dengan proses sosialisasi, edukasi, dan internasilisasi nilai-nilai demokrasi politik, senantiasi dikerjakan, baik oleh KPU RI maupun satuan kerja di bawahnya. Bagaimanapun, perhelatan Pemilu membutuhkan komunitas dan warga yang terdidik serta mengerti norma-norma demokrasi politik dan Pemilu. Publik luas bisa mengakses segala informasi kepemiluan secara langsung atau online, sebagai bahan literasi Pemilu. Juga bisa datang ke perpustakaan KPU dan Rumah Pintar Pemilu, di daerahnya masing-masing.
Apa yang menjadi tanggungjawab strategis KPU di era post election, tak semata karena adanya kewajiban konsititusional. Melainkan memang bagian dari mewujudkan Pemilu bermartabat (genuine elections). Menghadirkan Pemilu yang demokratis, berkeadilan, serta berkepastian hukum, adalah kerja-kerja berjangka panjang (long term). Tak cukup jika hanya dilakukan saat tahapan Pemilu berlangsung.
Di berbagai negara, studi kepemiluan baik di tingkat nasional ataupun internasional, termasuk juga berbagai konvensi internasional, traktat perjanjian, dan juga norma-norma (standar) Pemilu yang berlaku di seluruh dunia, memberikan KPU sebagai Electoral Management Body (EMB) dengan sejumlah kewenangan yang melekat dan tetap (permanen dilakukan tiap saat).
Diantaranya, seperti yang dikutip dari buku terbitan KPU RI berjudul Menjaga Integritas, Dinamika KPU Mengelola Sengketa Pemili 2019, adalah:
Penentuan siapa yang menjadi pemilih, pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih, penentuan peserta Pemilu dan daftar calon, penentuan daerah pemilihan, Pemungutan dan penghitungan suara, pengadaan dan distribusi logistik, penetapan dan pengumuan hasil, penetapan calon terpilih.
Serangkaian agenda vital itu, butuh persiapan, perencanaan, dan manajemen strategis. Disertai dengan ketekunan melakukan evaluasi, mitigasi, studi, riset, pelatihan, dan pembelajaran bersama.
Ruang lega guna mengerjakan persiapan tujuh poin di atas, justru bisa dilakukan di saat pasca Pemilu. Seperti saat ini.
Metodenya adalah berbasis pada kajian akademik, baik oleh internal penyelenggara, maupun kerjasama dan kemitraan para pemangku kepentingan. Hasil dari olah data dan penelitian ilmiah ini, kelak menjadi bahan KPU RI untuk advokasi kebijakan.
Semisal dalam merumuskan perubahan UU Pemilu. Olahan informasi, kajian dokumen, dan pembelajaran praktis, oleh KPU secara akademik diproduksi dalam buku, jurnal, dan produk pustaka berbasis digital.
Seperti yang kini tengah menjadi percakapan intensif di mana-mana, tentang Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/ Tahun 2024, yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.
KPU pasti menjadi pihak yang dimintai banyak pendapat dan masukan, karena posisi strategisnya (penyelenggara Pemiu). KPU juga harus bersiap diri, melakukan mitigasi dan perencanaan matang, kaerna apapun hasilnya, konsekuensinya harus dikerjakan oleh KPU.