Pilkada dan Petualangan  Pantarlih

Pilkada dan Petualangan  Pantarlih

 

Oleh: Endi Biaro

 

Jika menyimak kisah-kisah perjuangan Pantarlih menemui pemilih, satu kata terucap: dahsyat!

Di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, Pantarlih harus sewa helikopter, saat melakukan Coklit (pencocokkan dan penelitian). Karena tak ada akses jalan sama sekali. Bentang alam bergunung-gunung dan jurang curam.

Sementara di Kalimantan, Pantarlih harus terlebih dahulu melewati batas negara Malaysia, lalu putar balik. Karena akses jalan hanya bisa itu. Artinya, si Pantarlih harus ke luar negeri terlebih dahulu, untuk mendata warga negara Indonesia.

Kisah-kisah ini Saya peroleh dari sesama teman-teman komisioner KPU dari berbagai Kabupaten Kota se-Indonesia.

Petualangan berat Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih), terjadi di mana-mana.

Menyeberang pulau, menembus belantara, menyusuri sungai, adalah cerita lazim. Belum lagi jika menghadapi cuaca ekstrim dan gangguan sekitaran.

Lalu bagaimana dengan  suasana di  perkotaan? Jangan kira tak ada tantangan berat.

Di kawasan padat, justru sumber kendala adalah sikap dan karakteristik manusianya. Penuturan tentang Pantarlih yang digigit anjing penjaga rumah, kesulitan menemui pemilih, hingga urus perizinan masuk kawasan elit, juga menyimpan setoreh luka.

Belum lagi jika bicara soal kelahan fisik, maka ragam kisah terasa memilukan.

Berita tentang Pantarlih keguguran,  kecelakaan, sakit dan bahkan wafat, juga kerap terjadi. Faktor penyebab, tentu saja bukan karena beban kerja. Melainkan kesulitan geografis, akses jalan, waktu, jarak tempuh, hingga karakteristik pemilih yang bermacam-macam.

Bagaimanapun, kepelikan lapangan adalah tak terhindarkan. Dari semua ini, kita wajib punya rasa empati. Disusul dengan gerak cepat antisipasi dan resolusi, jika Pantarlih kesulitan menyelesaikan semua pekerjaan.

Secara hirarki, maka  rentang kendali terdekat berada di PPS, di masing-masing Desa atau Kelurahan. Lalu PPK, di Kecamatan, dan KPU di Kabupaten/ Kota.

Mau tak mau, semua pihak di atas wajib turun tangan. Karena kewajiban mengelola data pemilih di tangan mereka.

Alur kerjasama antara Pantarlih, PPS, dan KPU, terurai di beberapa hal ini.

Pertama, uraian kebijakan dan arahan KPU Kabupaten yang mencerminkan sikap akomodatif terhadap kendala lapangan. KPU menjadi semacam crisis centre, pemandu, dan melakukan  penyelesaian atas masalah genting. KPU juga melakukan mitigasi masalah, turun melakukan monitoring, supervisi, serta edukasi (via Bimtek).

 

Di atas PPK, maka kombinasi antara tugas pengarah sekaligus pekerja teknis, niscaya terjadi. PPK relatif lebih mengenal kendala wilayah, sumber daya PPS Pantarlih, sekaligus karakteristik lokal di wilayah kerja mereka. Maka PPK, wajib lebih intens mendampingi PPS, seraya sesekali memantau langsung kerja-kerja Pantarlih.

Lalu bagaimana dengan PPS?

Mereka sebenarnya titik pusat pengendalian kerja-kerja Pantarlih. Karena rekrutmen Pantarlih di tangan mereka. Rentang kendali lebih dekat, mata rantai pekerjaan juga langsung mereka deteksi. Maka sejatinya, PPS yang sanggup membantu penuh pekerjaan berat dari Pantarlih.

Pola kerjasama seperti ini, jika terjadi, maka bisa meringankan tantangan berat Pantarlih. Insya Allah...

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 67 Kali.