Pelayanan Pindah Memilih Dan Strategi KPU Kabupaten Tangerang

PELAYANAN PINDAH MEMILIH DAN STRATEGI KPU KAB TANGERANG

Oleh: Endi Biaro

Koordinator Divisi Data dan Informasi, KPU Kab Tangerang

Total Pemilih di Kabupaten Tangerang, mencapai 2.353.822 pemilih. Angka ini terbilang raksasa. Jauh di atas rata-rata wilayah lain (terutama di luar Jawa). Sebagai ilustrasi, total pemilih di salah satu kelurahan dan desa di Kabupaten Tangerang, melampaui total pemilih di Kota Solok (Sumbar) dan Kota Sabang (Aceh).

Besarnya jumlah DPT itu, tentu mengandung konsekuensi di berbagai hal. Termasuk dampak turunan yang mengiringi. Misalnya soal validitas data. Analisis kegandaan pemilih. Pemetaan lokasi TPS. Penyisiran pemilih yang tak memenuhi syarat, dan lain-lain.

Dampak turunannya: resiko pengadaan logisitik, distribusi perlengkapan TPS, penyediaan sumber daya, kerumitan rentang kendali, dan kesalahan lain yang sifatnya human eror.

Permasalah ini, berlanjut dengan kerumitan lain, yakni akan hadirnya pemilih pindahan (DPTb).

Sebagai daerah megapolitian, menjadi kawasan penyangga Ibukota Jakarta, atau beberapa titik yang disebut kota satelit, maka dipastikan akan banyak permintaan pindah memilih ke Kabupaten Tangerang. Begitu banyak tenaga kerja dari luar, yang menetap, dan di hari H Pemilu nanti pindah memilih di Kabupaten Tangerang.

Konsentrasi warga pindah memilih tersebar di beberapa lokasi. Paling banyak adalah di Kawasan industri (seperti Pasar Kemis), kawasan perumahan elit dan besar (seperti Citra Raya), daerah padat apartemen (seperti di Sampora Cisauk), sekitaran kampus (seperti UPH Lippo Karawaci), dan wilayah strategis serta padat lainnya.

KPU Kab Tangerang telah memerinci delapan belas titik yang potensial terjadi pembesaran angka pemilih kategori DPTb. Ke delapan belas titik ini, rata-rata memang kawasan pemukiman dan perumahan. Termasuk di pemukiman level elit, seperti apartemen, kondominium, kluster elit, atau real estate. Juga di perumahan level menengan bawah.

Problemnya, meski lama mukim di Kab Tangerang, mereka adalah para pekerja komuter, bolak balik dari lokasi kerja ke domisili asal. Atau juga warga yang jauh, tetapi mengontrak, kost, atau menyewa rumah dan apartemen. Jadi mereka tak sempat mengurus alamat dan pindah domisili.

Artinya, mayoritas pemilih ini, adalah warga luar Tangerang, yang terdaftar di DPT luar, dan di hari H Pemilu akan memilih di Kabupaten Tangerang. Dalam nomenklatur Pemilu, ini disebut dengan DPTb (daftar pemilih pindahan).

Persoalan

Tak mudah melayani potensi pembesaran pemilih pindahan ini. Problem mendasar: memastikan warga luar yang akan pindah memilih bersedia mengurus dan mendaftarkan diri, sebelum Pemilu. Mereka kerap hanya datang di saat pemungutan suara dilakukan. Ini jadi kerumitan tersendiri. Terjadi debat dan percekcokan antara pemilih dan KPPS.

Di satu sisi, mereka warga negara Indonesia yang punya hak pilih. Tetapi petugas KPPS akan menolak melayani, jika warga itu belum terdaftar di DPT, atau terdaftar di DPT asal lokasi mereka.

Persoalan lain, potensi penumpukan pemilih pindahan di satu TPS tertentu. Petugas KPPS kewalahan, untuk mengecek, memvalidasi cek DPT online, dan menyediakan surat suara. Resiko besarnya pemilih pindahan juga adalah dalam hal merelokasi pemilih ke TPS yang masih kosong. Jika di sekitaran masih ada slot untuk pemilih, maka akan mudah. Tetapi jika sulit, tentu jadi soalan besar.

Konflik

Konflik terjadi di hari H, karena pemilih terkena hoax (atau kabar bohong). Bahwa siapa saja dengan bermodalkan KTP elektronik, bisa bebas memilih di mana saja. Maka berduyun-duyun warga non Kabupaten Tangerang, datang ke TPS minta dilayani. Padahal ini tak benar. Petugas KPPS berhak menolak. Karena pemilih KTP elektronik bisa memilih, tetapi di lokasi TPS sesuai alamat asal mereka. Dalam istilah Pemilu, mereka disebut Daftar Pemilih Khusus.

Pemantik keributan lain adalah warga luar, yang pasif dan diam, tidak mengurus perpindahan memilih. KTP mereka dari luar, dan tercantum di DPT luar. Mestinya, jika mereka mengurus sebelum hari H, maka mereka terlayani dengan baik.

Masalahnya, jika mereka hanya datang di hari Pemilu, dan sebelumnya tak mengurus pindah memilih, maka problem multitafsir bermunculan.

Karena jika mereka terkategori DPTb, maka syarat DPT asal harus dihapus (sementara waktu sudah tak mungkin lagi untuk menghapus di Sidalih).

Di sisi lain, jika ditolak, kerap muncul kericuhan. Di sini KPU mengambil garis tegas, bahwa pemilih yang dari luar, yang beridentitas KTP luar, akan ditolak.

Kecuali, warga luar yang pindah domisili, sudah memiliki KTP di Kab Tangerang, maka akan dilayani di lokasi TPS.

Solusi

Meski rumit, tetapi ada kabar baik. Pertama, KPU punya rentang waktu pelayanan cukup panjang. Kedua, penghitungan dan rekap data pemilih tambahan bisa terdeteksi jauh-jauh hari. Ketiga, cadangan surat suara juga banyak. Keempat, masih ada kesempatan menyisir TPS yang memiliki kuota DPT di bawah 270 per TPS. Kelima, sosialisasi dan pelayanan sudah gencar dilakukan.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 305 Kali.