
Histori Pilkada di Indonesia
Histori Pilkada di Indonesia
Oleh : Dedi Irawan
Anggota KPU Kabupaten Tangerang
1. Pilkada pada Awal Kemerdekaan: Cikal Bakal Demokrasi Lokal
Seiring dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, negara ini mulai membangun sistem pemerintahan yang demokratis, termasuk di tingkat daerah. Meskipun fokus utama saat itu adalah mempertahankan kemerdekaan dan membentuk struktur pemerintahan pusat, gagasan tentang pemerintahan daerah yang demokratis telah muncul.
Pada masa awal kemerdekaan, pemilihan kepala daerah belum dilakukan secara langsung oleh rakyat. Kepala daerah seperti bupati dan walikota umumnya ditunjuk oleh pemerintah pusat atau dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang keanggotaannya pun belum sepenuhnya representatif karena masih dipilih secara terbatas.
Meski begitu, semangat demokrasi mulai terlihat dari penyelenggaraan pemilihan anggota DPRD di beberapa daerah, meski belum seragam dan masih banyak keterbatasan, baik dari segi regulasi, infrastruktur, maupun kondisi keamanan. Periode ini menjadi fondasi awal bagi sistem desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih demokratis di kemudian hari.
2. Pilkada pada Masa Orde Baru: Sentralisasi dan Dominasi Pemerintah Pusat
Pada masa Orde Baru (1966–1998), sistem pemerintahan Indonesia sangat sentralistik. Presiden Soeharto, sebagai kepala negara, memiliki kontrol penuh terhadap jalannya pemerintahan di pusat maupun daerah. Dalam konteks pemilihan kepala daerah, sistem Pilkada dilakukan secara tidak langsung melalui DPRD, yang mayoritas anggotanya berasal dari Golongan Karya (Golkar), partai pendukung utama Orde Baru.
Kepala daerah, seperti gubernur, bupati, dan walikota, ditentukan melalui proses pemilihan di DPRD, tetapi sangat dipengaruhi oleh restu dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri. Seringkali, nama-nama calon kepala daerah yang diusulkan oleh DPRD harus mendapat persetujuan presiden, yang pada praktiknya membuat pemilihan kepala daerah hanya bersifat formalitas belaka.
Kondisi ini menciptakan jarak antara pemerintah daerah dan masyarakat. Pilkada pada masa ini tidak mencerminkan aspirasi rakyat secara langsung, karena proses seleksinya sarat akan intervensi politik pusat, serta minim partisipasi publik. Praktik nepotisme, kolusi, dan korupsi pun sering mewarnai proses ini.
3. Pilkada di Era Reformasi: Tonggak Awal Menuju Pilkada Langsung
Reformasi yang bergulir sejak 1998 menjadi titik balik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Tuntutan masyarakat akan demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas mendorong perubahan besar dalam berbagai sektor, termasuk sistem pemilihan kepala daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi tonggak awal desentralisasi, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengelola urusannya sendiri. Meski pada awalnya Pilkada tetap dilakukan oleh DPRD, namun suasana politik yang lebih terbuka memungkinkan proses pemilihan yang relatif lebih bebas dari intervensi pusat.
Puncak dari perubahan ini terjadi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, rakyat diberikan hak penuh untuk memilih langsung gubernur, bupati, dan walikota. Pilkada langsung pertama kali digelar pada tahun 2005 dan menjadi momentum besar dalam penguatan demokrasi lokal.
Pilkada langsung dianggap sebagai cara efektif untuk meningkatkan akuntabilitas kepala daerah terhadap rakyat, sekaligus memperpendek rantai birokrasi yang selama ini menjadi hambatan dalam pembangunan daerah. Masyarakat kini memiliki peran sentral dalam menentukan pemimpinnya, dan partisipasi politik meningkat secara signifikan.
4. Alasan Pilkada Serentak
Pilkada serentak di Indonesia merupakan sebuah sistem pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia. Sistem ini diterapkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan integritas penyelenggaraan pilkada, serta untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi.
- Efisiensi dan Efektivitas
Salah satu alasan utama di balik pilkada serentak adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan. Dengan menyelenggarakan pilkada secara serentak, pemerintah dapat menghemat biaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemilu. Selain itu, pilkada serentak juga dapat mengurangi waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk proses pemilu, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan.
- Integritas dan Transparansi
Pilkada serentak juga diharapkan dapat meningkatkan integritas dan transparansi penyelenggaraan pemilu. Dengan menyelenggarakan pilkada secara serentak, pemerintah dapat lebih mudah untuk mengawasi dan mengontrol proses pemilu, sehingga dapat meminimalkan potensi kecurangan dan manipulasi. Selain itu, pilkada serentak juga dapat meningkatkan transparansi proses pemilu, sehingga masyarakat dapat lebih mudah untuk memantau dan mengawasi jalannya pemilu.
- Partisipasi Masyarakat
Pilkada serentak juga diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Dengan menyelenggarakan pilkada secara serentak, masyarakat dapat lebih mudah untuk terlibat dalam proses pemilu, karena mereka hanya perlu untuk memilih sekali dalam satu periode. Hal ini dapat meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap proses demokrasi dan mendorong mereka untuk lebih aktif dalam berpartisipasi dalam proses politik.
- Tantangan dan Pertimbangan
Meskipun memiliki banyak keuntungan, pilkada serentak juga memiliki beberapa tantangan dan pertimbangan. Salah satu tantangannya adalah perlunya sumber daya yang cukup untuk penyelenggaraan pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, pilkada serentak juga dapat menimbulkan potensi konflik dan polarisasi di masyarakat, terutama jika terdapat banyak calon yang bersaing dalam satu daerah.
Pilkada serentak di Indonesia merupakan sebuah sistem pemilihan kepala daerah yang memiliki banyak keuntungan, seperti efisiensi, efektivitas, integritas, dan transparansi. Sistem ini juga diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Namun, pilkada serentak juga memiliki beberapa tantangan dan pertimbangan yang perlu diatasi. Dalam hal bersamaan anggota KPU RI idham Holik menyampaikan : “Sudah dua dasawarsa proses pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 secara langsung ini dilaksanakan dan mendapatkan apresiasi dari dunia internasional”.
Sejarah Pilkada di Indonesia menunjukkan perjalanan panjang dari sistem yang sangat tersentralisasi menuju sistem demokrasi yang partisipatif. Dari masa penunjukan langsung oleh pemerintah pusat pada awal kemerdekaan, menuju dominasi Golkar dan pemerintahan Orde Baru, hingga akhirnya rakyat menjadi aktor utama dalam Pilkada langsung di era Reformasi.
Perubahan ini tidak hanya mencerminkan dinamika politik nasional, tetapi juga semangat masyarakat Indonesia untuk terus memperbaiki kualitas demokrasi, terutama di tingkat lokal. Pilkada langsung merupakan simbol dari kedaulatan rakyat yang sejati, meski tantangan seperti politik uang, dinasti politik, dan polarisasi masih menjadi pekerjaan rumah bersama.