Big Data Pilkada di Tangan Penyelenggara

Big Data Pilkada di Tangan Penyelenggara

 

Oleh Endi Biaro

 

Jutaan data pemilih diperiksa langsung. Petugas menemui rumah ke rumah. Mencocokkan nama, memotret dokumen, plus memperbaiki kesalahan. Atau sebaliknya, mencatat nama pemilih baru. Pekerjaan skala raksasa ini, hanya terjadi di musim Pemilu atau Pilkada, oleh KPU dan perangkat di bawahnya.

Tak pernah terjadi, dalam model sensus, survey, ataupun pencacahan penduduk, yang dilakukan total. Sementara KPU, memeriksa semua rumah dan penghuninya. Di Pemilu 2024 lalu, dua ratus juta lebih data diperiksa. Sementara di Pilkada, jumlahnya bisa lebih. Mengingat pertambahan jumlah pemilih baru. Meski volume datanya dipecah di setiap Kabupaten Kota.

Misalnya di Kabupaten Tangerang, terjadi penambahan jumlah pemilih. Semula 2,3 juta, kini menjadi 2,5 juta. Semua nama akan dicacah satu per satu. Para petugas, disebut Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih), menyigi rinci, nama-nama yang tertera. Mereka bekerja berbasis lokasi TPS (di RT atau RW setempat).

Rata-rata, Pantarlih memeriksa 500-600 daftar pemilih, untuk dicoklit (pencocokkan dan penelitian). Menanyakan ke warga, apakah nama, NIK, KK, sesuai atau tidak. Jika salah, diperbaiki. Jika benar dianggap memenuhi syarat. Lalu kalau ada warga yang  memenuhi syarat sebagai pemilih, namun belum masuk daftar, maka ditambahkan.

Pola kerja Pantarlih juga didukung aplikasi E-Coklit, yang bermanfaat merekam, menyesuaikan, dan mengolah basis data digital. Ditakar dari segala sisi, maka olahan data Pilkada, layak disebut Big Data. Karena volume besar, variasi tinggi, struktur (susunan) data spesifik, dan pangkalan data (data base) terpusat.

Syarat lain yang membuat olah data KPU di Pemilu dan Pilkada layak disebut Big Data, lantaran bisa diakses cepat, mudah dikontrol, dan akurasi tinggi. Pun dengan keluaran atau output data yang ditampilkan, dalam bentuk visualisasi sederhana, namun terbuka untuk publik. Sisi istimewa Bid Data KPU, adalah karena interaktif.

Rakyat luas bisa mengecek kesahihan namanya sebagai pemilih. Bisa mengajukan aspirasi dan koreksi. Dari uraian di atas, sekali lagi, hanya KPU yang mampu. Lembaga lain, baik pemerintah atau swasta, dalam negeri atau asing, tak ada yang mengerjakan data raksasa sedetil KPU.

Memang masih ada residu, sisa data kotor, yang tak valid. Dalam bahasa KPU, data memenuhi syarat dan tak memenuhi syarat yang tertukar. Misalnya, seorang warga yang sudah wafat, mestinya berkategori TMS (tak memenuhi syarat), tetapi masih muncul di daftar hak pilih. Juga sebaliknya, warga yang memenuhi syarat, yakni pemilih pemula, tak tak tercantum di daftar hak pilih.

Kesalahan bersumber dari atas dan bawah. Dari atas, pangkalan data tak benar benar bersih. Dari atas, karena pelaksanaan Coklit yang tak cermat. Atau bisa saja eror system.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 135 Kali.