
Titik Rawan Pendataan Hak Pilih Pilkada
Titik Rawan Pendataan Hak Pilih Pilkada
Oleh: Endi Biaro
Komisioner KPU Kabupaten Tangerang
Bawaslu RI membuat lima belas poin masalah dalam Pemutakhiran data pemilih. Terbagi dalam tiga kategori: rawan prosedur; rawan sistem; rawan akurasi hasil (output, keluaran data).
Rawan prosedur, adalah pelaksanaan Coklit yang tak sesuai aturan, atau malah melanggar ketentuan.
Semisal fenomena Pantarlih kerja di belakang meja, Pantarlih main tembak, Pantarlih rebahan, atau Pantarlih Joki. Peristilahan ini memang bersumber dari olok-olok khalayak luas. Namun faktanya memang terjadi. Yakni Pantarlih tak menemui pemilih satu per satu. Melainkan spekulasi. Cara cara ini dipastikan akan menghasilkan data yang buruk.
Akhirnya, prinsip pendataan pemilih yang harus komprehensif, mutakhir, dan akurat, terabaikan.
Berikut, kerawanan sistem atau pola kerja. Gangguan sinyal, server down, atau unggah data tertunda (pending), adalah kendala sistem yang utama. Resikonya bisa mengganggu tahapan. Lantaran menghamburkan waktu. Malah bisa saja terjadi, data hilang, harus diulang, atau tercecer.
Kategori berikutnya adalah rawan hasil. Mengelola jutaan data pemilih, pasti ada residu, kotoran sisa yang mengganggu.
Secara umum, residu data hasil Coklit adalah masih adanya data TMS tetapi menjadi MS (TMS artinya tidak memenuhi syarat, sementara MS adalah memenuhi syarat). Juga data ganda, data invalid, dan lain-lain.
Keluaran data adalah hasil dari olah data. Jika dilakukan cermat, hati-hati, dan rapi, maka jaminan kualitas data akan terjaga.
Pengingatan Bawaslu patut menjadi perhatian kita bersama. Musababnya, seluruh rangkaian proses pendataan hak pilih, bermuara ke satu tujuan.
Muara utama pendataan hak pilih adalah memastikan warga negara yang memenuhi syarat tercantum dalam daftar pemilih.
Tak boleh terjadi, misalnya, seseorang yang nyata-nyata ada, tidak pindah domisili, sehat lahir batin, usia lebih dari tujuhbelas tahun, beralamat jelas, dokumen lengkap, lantas namanya hilang di DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Memang fakta di lapangan selalu menyisakan residu permasalahan. Yakni orang yang sudah dicoklit (diperiksa, ditanya, didatangi petugas), namun namanya tak terdaftar di DPT. Penyebabnya jelas tak bersumber dari si orang bersangkutan. Melainkan pada kelalaian petugas, dari bawah ke atas.
Besar kemungkinan, mata rantai kesalahan terjadi di semua tingkatan.
Di level terbawah, Pantarlih salah dalam menuliskan identitas warga, keliru dalam mengoperasikan E Coklit (aplikasi khusus). Akibatnya, pencatatan manual dan digital yang salah ini, tak terbaca oleh sistem (Sidalih), juga tak terdeteksi di pemeriksaan manual.
Level kesalahan lainnya, di PPS. Mereka kurang akurat dalam merekap semua daftar pemilih.
Problem sistem juga jadi faktor, atas hilangnya nama pemilih. Di saat PPS mengunggah data, ada gangguan sistem atau server, hingga proses tertunda lama. Lalu dalam pengunggahan berikut, nama pemilih tak lagi tercantum.
Narasi di atas, belum membincang kerawanan eksternal. Misal gangguan alam, jarak geografis, sikap penduduk, dan kualitas SDM.
Ringkas kalimat, pendataan hak pilih memang rawan masalah.
Namun KPU dan jajaran badan Ad Hoc, terus melakukan perbaikan. Agar data pemilih benar-benar berkualitas. Insya Allah.