PARPOL : Mekanisme Penyelesaian Dua Lisme

PARPOL : Mekanisme Penyelesaian Dua Lisme

Oleh : 
Dedi Irawan

Anggota KPU Kabupaten Tangerang

 

Mencuatnya polemik di internal partai politik yang pada akhirnya menarik perhatian dan konsumsi publik secara luas tentulah sedikit banyak akan memengaruhi citra partai. Konflik di organisasi partai sedikit banyak berdampak pada perubahan perwajahan pengelolaan partai, kekuatan soliditas, hingga berbagai kepentingan politis lainnya.

Kekacauan di dalam yang berujung pada memburuknya perolehan suara membuktikan bahwa tak mudah bagi partai untuk mengembalikan gerak selaras mesin partai pasca-kekisruhan yang terjadi.

Bagaimanapun, dualisme kepengurusan menyisakan berbagai benih persoalan yang dapat mencuat kembali. Dengan begitu, proses rekonsiliasi yang ditempuh harus benar-benar dapat menjadi titik temu dari keterbelahan yang ada.

Kisruh perpecahan yang berimbas pada kondisi elektabilitas partai juga diungkap oleh hasil survei Litbang Kompas terbaru pada periode 2019 hingga awal 2021. Selama periode survei tersebut, ada dua partai yang dilanda dualisme, yaitu Hanura dan Berkarya.

Mengacu pada temuan tingkat keterpilihan publik kepada partai, perpecahan internal tersebut tak pelak membawa keterpurukan bagi elektabilitas kedua partai itu. Tercatat elektabilitas Partai Hanura dan Berkarya tak juga membaik, masih berada di bawah 1 persen.

Perpecahan yang terjadi di tubuh partai politik memang akan membawa banyak kerugian, terlebih jika hal itu harus melibatkan campur tangan dari pihak di luar partai. Dalam organisasi kepartaian, kongres atau musyawarah luar biasa sebagai upaya untuk menemukan jalan keluar dari persoalan lumrah dilakukan.

Pada tahun 2025 ini , Partai Politik Indonesia diramaiakan lagi dengan perseteruan parpol berlambang ka’bah yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), antara kubu PPP Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, pemerintah menyebut sudah ada dua kubu Partai Persatuan Pembangunan atau PPP yang memasukkan susunan kepengurusan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum. Pemerintah menegaskan akan mengkaji dengan hati-hati keabsahan dokumen dari masing-masing pihak sebelum memutuskan siapa yang sah.

Seperti diberitakan, Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta, berakhir ricuh dan melahirkan dua ketua umum. Kubu pertama menetapkan Muhamad Mardiono sebagai ketua umum secara aklamasi pada hari pertama muktamar, Sabtu (27/9/2025), dengan dalih kondisi darurat. Langkah itu ditolak kubu kedua yang kemudian melanjutkan muktamar dan menetapkan Agus Suparmanto sebagai ketua umum. Kedua kubu kini saling mengklaim kepemimpinan yang sah sesuai dengan AD/ART partai.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas resmi menandatangani Surat Keputusan (SK) Kepengurusan PPP dengan Ketua Umum Mardiono. Supratman mengatakan SK tersebut ditandatangani seusai penelitian sejumlah dokumen. "Kemarin pagi saya sudah menandatangani SK pengesahan kepengurusan Bapak Mardiono," kata Supratman saat akan menghadiri rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/9/2025).

Disisi yang lain, Kubu Agus Suparmanto bakal melayangkan gugatan hukum terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum (Menkum) yang mengakui kepengurusan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) . Langkah itu bakal ditempuh lantaran mereka menolak SK Menkun tersebut. Mantan Ketua Majelis Pertimbangan PPP M Romahurmuziy (Rommy) menyebut janggal terbitnya SK Menkum tersebut. Baginya, SK kepegurusan Mardiono cacat hukum lantaran tak memenuhi syarat 8 poin yang tertuang dalam Pemenkumham RI No. 34/2017. "Pengajuan SK kepengurusan Mardiono tidak mendapatkan persyaratan poin 6 Permenkumham 34/2017 yaitu: 'Surat Keterangan tidak dalam Perselisihan Internal Partai Politik dari Mahkamah Partai Politik," ujar Rommy, Jumat (3/10/2025)

 

Mekanisme Penyelesaian Dua Lisme

Konflik kepengurusan Partai Demokrat telah melahirkan suatu kaidah hukum melalui Putusan Perkara Nomor: 128 PK/TUN/2023.

Kaidah hukum yang dihasilkan adalah sengketa partai politik berupa dualisme kepengurusan pada hakikatnya merupakan masalah penilaian internal partai sehingga harus diselesaikan lebih dulu melalui Mahkamah Partai.

Penyelesaian melalui Mahkamah Partai terhadap sengketa internal partai sudah diatur di dalam Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik :

Mekanisme Penyelsaian di Pengadilan Mahkamah Partai Dan Pengadilan sampai ke Mahkamah Agung :

Pasal 32 (1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART. (2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik. (3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian. (4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari. (5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Pasal 33 (1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. (2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. (3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 12 Kali.